Panggil KOI Terkait Pelarangan Atlet Israel
Jakarta — Dunia olahraga internasional tengah menyoroti Indonesia setelah Komite Olimpiade Internasional (IOC) secara resmi memanggil Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Pemanggilan ini dilakukan sebagai buntut dari pelarangan enam atlet senam asal Israel yang seharusnya berlaga di Kejuaraan Dunia Senam Artistik FIG ke-53 di Jakarta, pada 19–25 Oktober 2025.
Dalam pernyataan resminya pada Rabu (22/10) waktu setempat, IOC menegaskan bahwa mereka mengundang KOI dan Federasi Senam Internasional (FIG) untuk hadir di markas besar IOC di Lausanne, Swiss. Tujuannya adalah membahas situasi serius yang muncul menjelang turnamen tersebut. Tindakan ini dinilai sebagai langkah awal untuk mencari kejelasan atas sikap Indonesia yang dinilai bertentangan dengan prinsip dasar Olimpiade: non-diskriminasi dan sportivitas global.
Dua Poin Tegas dari IOC
Mengutip laporan detikSport, IOC mengeluarkan dua keputusan penting dalam pernyataannya. Pertama, mereka memutuskan untuk menangguhkan dialog dengan KOI untuk sementara waktu hingga masalah ini terselesaikan. Kedua, IOC mendorong seluruh federasi olahraga internasional agar tidak menggelar kejuaraan di Indonesia sampai pemerintah dapat menjamin semua atlet dari negara manapun dapat berpartisipasi tanpa pengecualian.
baca artikel lainnya : Viral! Putra Cristiano Ronaldo Dipanggil ke Timnas Portugal
Langkah ini dinilai sebagai bentuk tekanan diplomatik dari IOC terhadap Indonesia. Dengan demikian, posisi Indonesia sebagai tuan rumah berbagai ajang olahraga internasional kini berada di ujung tanduk. Jika sanksi diperberat, Indonesia bahkan bisa kehilangan hak untuk mengikuti berbagai agenda olahraga global di bawah naungan IOC.
Enam Atlet Israel Gagal Bertanding

Kisruh ini bermula ketika enam pesenam Israel tidak mendapatkan izin masuk ke Indonesia karena masalah visa. Mereka adalah Artem Dolgopyat, Eyal Indig, Ron Payatov, Lihie Raz, Yali Shoshani, dan Roni Shamay. Akibat pelarangan tersebut, Federasi Senam Israel mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS), menilai bahwa keputusan tersebut tidak sejalan dengan semangat sportivitas yang dijunjung dalam olahraga dunia.
Ketua Komite Olimpiade Israel, Yael Arad, menyambut baik langkah cepat IOC. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai “bentuk dukungan dan keadilan bagi para atlet Israel yang telah diperlakukan secara tidak adil.”
“Tindakan tegas ini mengirimkan pesan yang jelas terhadap perilaku memalukan Indonesia,” ujar Arad, seperti dikutip Jerusalem Post.
Respons Pemerintah Indonesia
Menanggapi sorotan internasional tersebut, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir akhirnya buka suara. Ia menegaskan bahwa langkah pemerintah bukan tanpa alasan. Menurut Erick, keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan keamanan nasional, ketertiban umum, dan kepentingan publik.
“Kami di Kemenpora, sebagai wakil Pemerintah Indonesia, berpegang pada prinsip untuk menjaga keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik dalam setiap penyelenggaraan event internasional,” ujar Erick Thohir dikutip dari detikSport, Kamis (23/10).
Erick menambahkan bahwa timIndonesia tetap berkomitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian dunia. Namun, dalam konteks politik global saat ini, keputusan menolak kedatangan atlet Israel merupakan langkah untuk menjaga stabilitas dan sensitivitas di tengah konflik Timur Tengah yang belum berakhir.
Ancaman Sanksi Berat dari IOC
Kasus ini berpotensi menjadi salah satu krisis olahraga terbesar yang pernah dihadapi Indonesia. IOC dikenal sangat tegas terhadap negara yang melanggar prinsip inklusivitas olahraga. Bila dialog dengan KOI tidak menemukan solusi, Indonesia terancam dijatuhi sanksi administratif hingga pembekuan keanggotaan dari IOC.
Sanksi ini bukan hanya berdampak pada KOI, tetapi juga bisa merembet pada berbagai cabang olahraga lain yang bernaung di bawah federasi internasional. Indonesia bisa kehilangan hak untuk menjadi tuan rumah ajang internasional, bahkan atlet-atlet nasional bisa dilarang tampil di Olimpiade mendatang.
Beberapa pengamat menilai bahwa langkah IOC ini adalah “peringatan keras” agar Indonesia meninjau kembali kebijakan politik luar negerinya di sektor olahraga. Jika tidak segera diselesaikan secara diplomatis, reputasi Indonesia di mata dunia olahraga bisa terpuruk dalam jangka panjang.
Dampak terhadap Citra Indonesia di Dunia Olahraga
Krisis ini jelas menimbulkan kerusakan citra bagi Indonesia sebagai negara yang selama ini dikenal ramah terhadap kegiatan internasional. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia tengah berupaya keras mempromosikan diri sebagai tuan rumah ajang-ajang besar seperti Asian Games, Piala Dunia U-17, dan Kejuaraan Dunia Basket FIBA 2023.
Sejumlah analis hubungan internasional menilai, insiden ini memperlihatkan adanya ketegangan antara prinsip politik dan semangat sportivitas global. Indonesia kini berada di posisi sulit: di satu sisi ingin mempertahankan prinsip politik luar negeri yang pro-Palestina, namun di sisi lain harus tunduk pada aturan universal olahraga yang tidak mengenal batas politik.
Jalan Tengah: Diplomasi Olahraga?
Meski situasi memanas, beberapa pihak menyerukan agar pemerintah mengambil jalur diplomasi olahraga sebagai solusi. Menurut pakar hukum olahraga dari Universitas Indonesia, tindakan tegas IOC tidak serta-merta menutup pintu bagi Indonesia. Masih ada ruang dialog, asalkan Indonesia menunjukkan itikad baik dengan memberikan jaminan tertulis kepada IOC dan federasi internasional lainnya.
Selain itu, banyak pihak berharap KOI dapat memanfaatkan kesempatan pemanggilan ke Lausanne sebagai langkah strategis untuk memperbaiki komunikasi dan memperkuat posisi Indonesia di forum internasional.
Ujian Berat bagi Indonesia
Kasus pelarangan atlet Israel ini menjadi ujian besar bagi Indonesia dalam menjaga keseimbangan antara politik luar negeri dan diplomasi olahraga internasional. Di satu sisi, langkah pemerintah mungkin lahir dari kepekaan terhadap isu kemanusiaan dan solidaritas global. Namun di sisi lain, konsekuensi yang ditimbulkan berpotensi mengisolasi Indonesia dari panggung olahraga dunia.
Kini, semua mata tertuju pada langkah lanjutan KOI dan pemerintah Indonesia dalam menghadapi panggilan IOC. Apakah Indonesia akan mampu mengembalikan reputasinya sebagai negara olahraga yang inklusif, atau justru menghadapi sanksi berat yang mengancam masa depan atlet-atlet nasional di ajang internasional?
Satu hal yang pasti, kasus ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia: bahwa olahraga tak bisa dilepaskan dari diplomasi, dan setiap keputusan di ranah politik dapat membawa dampak besar terhadap posisi bangsa di mata dunia.






